Rabu, 24 Agustus 2011

Pengantar Pendidikan


1. Jelaskan perbedaan esensial antara manusia dan binatang!
         Secara biologis, konstitusi fisik manusia dengan binatang selintas memiliki kesamaan, namun secara fundamental manusia dan binatang itu sangt berbeda. Perebedaan tersebut adalah
·        Sikapnya tegak. Sikap tegak itu membebaskan tangan manusia dan lengannya untuk melakukan eksplorasi dan manipulasi
·        Jari-jarinya yang bebas serta ibu jarinya yang mudah bergerak serta kemampuannya untuk berputar
·        Otaknya dan kepalanya yang besar, serta sistem syaraf yang jauh lebih tinggi dan sempurna.
·        Manusia memiliki sebuah perilaku sosia, kebudayaan, dan intelektualitas yang khusus dimiliki manusia
·        Selain itu, menurut Ki Hajar Dewantoro yang menjadikan perbedaan prinsipal antara manusia dan hewan adalah masalah potensi cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki oleh manusia.

2. Jelaskan hubungan tubuh dan jiwa pada manusia!
Sebenarnya ada beberapa aliran yang yang membahas hubungan antara jiwa dan tubuh pada manusia. Salah satu pandangan yang paling ekstrim adalah pandangan aliran matrealisme. Mereka berpendapat bahwa manusia hanya sebagai rangka belak yang tersusun dari zat bendawi. Matrrealisme memandang manusia sebagai mahluk reaksi yang tidak memiliki potensi, inisiatif, dan kreatifitas. Aliran ini meliputi variasi pandangannyamenganggap manusia sebagai unsur matrealis dan mekanistis yang kompleksitasnya terdiri dari aspek fisiologis, psikologi, neurologis, dan biokimia.
Selain itu, ada juga aliran idealisme, rasionalisme, dan spiritualisme. Agaknya penulis lebih condng pada tiga aliran terahir. Dalam terminologi idealisme, rasionalisme, dan spiritualisme, jiwa adalah asas primer yang menggerakkna semua aktivitas manusia, sedangkan jasmani tanpa juwa akan tiada sama sekali. Manusia pada hakekatnya bukan hanya sekedar materi (apa) melainkan juga “siapa”. Dengan kata lain , “manusia itu merupakan suatu perpaduan antara barang jasmani dan rohani”. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Drijarkara.

3. Jelaskan makna dimensi individual, sosial, moral, dan religius manusia!
  • Manusia sebagai mahluk Individual
Manusia sebagai mahluk Individual memiliki arti sebagai mahluk pribadi yang memiliki cipta, karsa, dan karya. Kemampuan lain yang paling prinsip pada manusia, selain sadar diri dan sadar lingkunagan, manusia memiliki kemampuan untuk menyelam ke masa sialm dan dapat menerawang ke masa deapan. Selain itu menurut Allport dalam Noorsyam memaknai Individu sebagai wujud yang berdiri sendiri, sifat otonom, dan sifat unik pad atiap pribadi.
  • Manusia sebagai mahluk Sosial
Dalam hal ini mempuanyai arti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanapa bantuan orang lain. Karakteristik manusia sebagi mahluk sosial, selain manusia hidup bersama, maka sifat interdepansi itu merupakan watak inheren kesetaraan sosial.
  • Manusia sebagai mahluk Moral
Manusia sebagi mahluk Moral berarti disetiap tindakan manusia tidak sembarang bertrindak melainkan mereka dapat mempertimbangkan, merencanakan, merancang, dan mengarahkan tindakannya. Persoalan masalah tindakannya baik atau tidak, adalh masalah tentang nilai, persolan norma, persoalan sosial atau moral. Pendidikan dalam perenungannya, membantu mengarahkan perbuatan anak dalam kehidupan kelak.
  • Manusia sebagai mahluk Religius
Pada dasarnya manusia memiliki hubungan sosial horisontal (sesama manusia) dan vertikal (sang pencipta). Pada tataran ini, hubungn pribadi manusia denagan Tuhan lebih bersifat transendental, karena hubungan ini lebih banyak melibatkan rohani pribadi manusia yang bersifat perorangan.   

4. Jelaskan bagaimana bentuk pengembangan dimensi individual, sosial, moral,        dan religius manusia!
  • Pengembangan manusia sebagai Individu
Dalam hal ini pendidikan harus mengembangkan anak didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi, mengatakn hal ini denagn istilah Hifle zur selbathilfe (memberi pertolongan agar anak dapat menolong dirinya sendiri). Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman didalam pengembangan konsep, prinsip, generalisai, intelek, inisiatif, kreatifitas, kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan, dan lain-lain.
  • Pengembangan manusia sebagai Sosial
Bagi manusia, pendidikan merupakan keharusan, karena manusia kelak dihadapkan pada berbagia kemungkinan apa yang dibawa lahir baru merupakan potensi, yang harus dikembangkan dalam lingkungan dengan bantuan orang lai, berupa pendidikan. Sejalan dengan Mulyadihardja, jadi, walaupun manusia dilahirkan swbagai manusia denga tubuh manusia, namun untuk dapt hidup sebagai manusia haruslah mendapatkan bantuan dari manusia dalam situasi kemanusiaan.
  • Pengembangan manusia sebagai Moral
Berangkat dari kodrat manusia untuk dapat hidup aktif, kreati, sadar diri dan sadar lingkungan, maka intervensi pendidikan bukan hanya sekedar penanaman kebiasan ataupun latihan. Seperti halnya hewan. Meskipun pendidikan pada manusia memerlukan latihan, pembiasaan, akan tetapi pembangkitan dan pembinaan kata hati atau hati nurani yang kelak akan membentuk pilihan nama yang harus dikerjakan. Kiranya tepat sekali rumusan Ki Hajar Dewantara dalam pelaksanaan pendidikan yakni, Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutu wuri handayani.
  • Pengembangan manusia sebagai Religius
Agama bagi manusia memang bukan hanya “percaya” saja. Namun lebih dari sekedar itu saja, yakni lebih kepada rasa bersandar dan ketertundukan secara mutlak kepada Tuhan. Karena itu unsur emosi dalam agam nampak sangat dalam. Namun demikian, emosi yang muncul terhadap agam aakan berbahaya dan menyesatkan jika tidak disertai dan dipimpin oleh akal. Tugas pendidikan dalam kaitannya denag pembinaan religi pada manusia (peserta didik), yaitu membina pribadi manusia untuk mengerti, memahami, menghayati, dan mengenalkan aspek-aspek religi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.



5. Jelaskan bagaimana bentuk sosok manusia Indonesia seutuhnya!
         Karakteristik manusia sebagai mahluk sosio religius, penerapannya di Indonesia diikat oleh nilai-nilai pancasila. Atas dasar inilah, manusia Indonesia keberadannya bukan hanya sekedar sosok tubuh.
         Menurut pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila, setiap manusia Indonesia hendaknya mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Pancasila sebagai pandangan hidup hidup bangsa Indonesia, memberikan pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia akan tercapai apabila kehidupan manusia itu didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik hidup manusia sebagai mahluk pribadi dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.

TEORI-TEORI POKOK BELAJAR


Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi.Namun dalam kesempatan ini hanya akan dikemukakan lima jenis teori belajar saja, yaitu: (a) teori behaviorisme; (b) teori belajar kognitif menurut Piaget; (4) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (5) teori belajar gestalt.
1.     Teori Behaviorisme
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek  mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat  dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari  pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1.     Connectionism ( S-R Bond)  menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya:
a.     Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons  menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula  hubungan  yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b.      Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c.      Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan  semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2.     Classical Conditioning  menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya :
a.     Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b.      Law of Respondent Extinction  yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3.     Operant  Conditioning  menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya :
a.     Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons  dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah  stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons  tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4.     Social Learning  menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya,  Bandura  memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana  yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
2.     Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan                   (4) formal operational.  Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a.     Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c.      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.     Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.     Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3.     Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan  proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman;  (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;  (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4.     Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai   “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,  ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a.     Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna  dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka  akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
b.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
c.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
d.     Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi  sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e.     Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
f.       Ketertutupan (closure)  bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 
a.     Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.  Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b.      Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c.      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak  seperti gunung atau binatang tertentu.
d.     Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses  yang dinamis  dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran  terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.     Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.      Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.     Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.     Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Prakata

Alhamdulillah , , ,

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons